Quote~

"Everything we do is right, even when it's wrong. There's always a lesson to be learned" -Till We Meet Again

Rabu, 22 Juni 2011

Paris Seindah Jakarta (Last Part)

"Iya.. Aku tunangannya Doni" kata cewek itu membuatku shock. Aku gak bisa berkata apa-apa, cowok yang sedari tadi bercanda tawa dengan ku, dan yang memuji-mujiku ternyata sudah.. Bertunangan. "Oh.. Iya aku temennya Doni.. Namaku Tara" kataku menahan tangis. "Oh Tara.. Salam kenal yaa.. Oiya sekalian aja yaa, aku mau mohon doa restu dari kamu, aku sama Doni gak lama ini akan menikah" katanya sambil tersenyum. "Menikah?" kataku dalam hati. Aku semakin shock mendengarnya. "I.. Iya.." kataku terbata-bata. "Ya udah yuk Don, mama sama papa udah nungguin kita, kan gak enak kalo mereka lama nunggunya" ajak cewek itu sambil menarik tangan Doni. "Iya Don, mendingan kamu turutin apa kata tunangan kamu, gak enak sama mereka" kataku, gak terasa air mataku menetes saat mengatakan itu. "Zi.. Kamu duluan aja yaa, aku mau pamit dulu sama Tara" kata Doni sambil melepas tangan Zilah. "Ya sudah.. Tapi jangan lama-lama ya Don"  kata cewek itu dan langsung pergi. Tangisku pecah saat cewek itu pergi, aku duduk dengan lemas di pinggir air mancur tempatku duduk dengan Doni tadi. "Ra.. Dengerin penjelasan aku dulu" kata Doni sambil menggenggam tanganku. "Gak ada yang perlu di jelasin lagi Don, semuanya udah jelas, dan gak ada lagi kesempatan untuk aku balik lagi sama kamu, aku akan relain kamu Don" kataku sambil terus menangis. "Ra.. Aku tuh sayangnya sama kamu, bukan sama Zilah, aku sama dia dijodohin sama orang tua kami" kata Doni terus berusaha menjelaskan padaku. "Jangan makin membuat aku sedih dong, Don..! Aku udah gak sayang lagi sama kamu, sekarang kamu bisa tenang ngejalanin hubungan sama Zilah.. Tinggalin aku sendiri Don!" jelasku dan menyuruh Doni pergi. "Oke, aku akan pergi, tapi aku mohon sama kamu, kamu jangan benci sama aku, aku sayang sama kamu Ra" katanya kemudian beranjak pergi. Kini aku sendirian, aku menatap kalung yang diberikan oleh Reza. "Apakah tadi kalung ini bersinar? Kalau iya, aku harap dia gak akan bersinar untuk Doni, dengan ini aku udah tau jawabannya" kataku dalam hati.
Aku berjalan tanpa tujuan, sendirian dan menangis. "Seharusnya aku gak dateng kalo aku tau kejadiannya akan kaya gini" sesalku pada diriku sendiri. Akhirnya aku sampai di suatu tempat, tempat saat aku bersama dengan Reza, entah kenapa aku bisa sampai di sini. "Aku akan di sini untuk sementara waktu" aku memutuskan. Aku hanya menunduk dan menangis, kali ini gak ada Reza disampingku, tapi kali ini aku benar-benar ingin Reza menguatkanku disampingku. "Ra.. Lo Tara kan?" tanya seseorang. Aku hanya menganggukkan kepala dan gak menoleh sedikit pun. "Akhirnya gue temuin juga lo" kata suara itu sambil duduk di sampingku. "Ra.. Lo kenapa?" tanyanya. Aku hanya menggelengkan kepala. "Doni. Gara-gara Doni, iya kan?" tanyanya lagi. Karena penasaran akan orang yang bertanya padaku, aku mengangkat kepalaku dan melihat orang yang disampingku ternyata, Reza. Ya.. Reza. Entah kenapa aku langsung memeluk Reza. "Za.. Doni Za, Doni" tangisku. "Iya, kenapa Doni?" tanyanya. "Doni udah tunangan Za, tadi orangnya nemuin aku" jawabku. "Udah Ra.. Gak usah nangis lagi, dengan ini lo bisa yakinin hati lo kalo Doni bukanlah cowok yang baik buat lo, lo harus ngerelain dia, masih banyak cowok di luar sana Ra" katanya sambil balas memelukku. Aku hanya mengangguk. "Sekarang kita pulang yaa, mama lo udah nungguin lo, dia khawatir banget sama lo" ajaknya. Aku hanya mengangguk lagi. Reza menggandengku sampai mobil. Dirumah mama sudah menungguku dengan khawatir. "Ra.. kamu abis dari mana sayang? mama khawatir sama kamu" tanya mama sambil mengelus mukaku. "Aku abis dari eiffel, aku mau langsung ke kamar, aku capek mah gak mau di ganggu." jawabku sambil langsung menaiki tangga. "Biar aku yang bujuk dia tante" kata Reza. "Gak usah,Za. Nanti aja kamu ngebujuk dia, sekarang temenin tante buatin makanan buat Tara ya, nanti kamu yang anter buat dia." ajak mama. "Ya, Tan.." Di kamar aku hanya menangis, menangisi kejadian yang baru saja terjadi. handphoneku berkali-kali berdering, dan berkali-kali pula tak ku angkat. "Ra, dengerin aku, aku gak cinta sama Zilah, aku cuma cinta sama kamu Ra.. aku harap kamu mau ketemu aku lagi, hari Sabtu nanti, di Eiffel, aku tunggu kamu di sana" suara voice mail ku. Aku langsung mengangkatnya. "Gak ada lagi yang perlu kita omongin, lupain aku dan aku akan lupain kamu,lagipula aku juga udah gak sayang lagi sama kamu!" bentakku sambil menutup telfonnya. Aku menangis lagi. "Aku memang masih belum menerima hal ini, gak terima sama sekali. Tapi aku gak boleh maksain keadaan" kataku dalam hati pada diriku sendiri.  "Tok.. Tok.." "Ra.. Gue masuk yaa?" kata suara itu dan ku tau itu Reza. Aku gak menjawabnya. Dan Reza langsung masuk ke kamarku. "Nih, gue bikinin lo cemilan, cake tiramisu, kesukaan lo" katanya sambil tersenyum. Aku tak menjawab, tetap memandang keluar dan membiarkan air mataku tak berhenti mengalir. "Kringg.. Kringg.. " Telfon itu kembali berdering. "Gue angkat ya?" tanyanya. Aku mengangguk. "Ra.. Kamu marah sama aku?" kata suara itu, jelas sekali terdengar. "Eh, lo! Udahlah lo gak usah ganggu Tara lagi, gara-gara lo dia jadi nangis kaya gini. Lo tuh emang gak punya perasaaan yaa? Lo tega-teganya bikin cewek nangis! Pengecut lo! Sekarang mendingan lo urusin tunangan lo, karena lo gak berhak buat deket-deket Tara lagi!" omel Reza, dan aku tau pada siapa dia berbicara. Reza kembali duduk di sampingku, menyingkirkan kue tiramisu yang dia bawa. Dan, menggenggam tanganku. "Ra.. Liat gue" katanya, pelan. Aku menggeleng. "Ra.. Lo gak usah nangisin dia, gue tau lo masih sayang sama dia, emang gak gampang ngelupain orang yang kita sayang dengan begitu cepat, tapi kalo lo gak mau terus sedih, lo harus bisa ngelupain dia, dan memulai lagi yang baru. Ra, masih banyak orang yang sayang sama lo, ada nyokap lo, ada kakak lo, ada nyokap gue, dan ada gue.." kata Reza. "Lo gak tau perasaan gue gimana Za? Lo gak tau!!" kataku sambil menangis. "Gue tau Ra, gue tau. Gue ngerasain saat-saat ini lebih dulu dari lo, jauh lebih dulu dari lo." jelasnya. Aku hanya menangis. "Mungkin akan sulit melakukannya di awal-awal, tapi setelah itu lo akan bisa ngelupain dia, gue yakin lo pasti bisa Ra.." katanya masih menggenggam tanganku.Tangisku semakin menjadi-jadi dan akhirnya aku memeluknya. "Bantu aku Za, bantu aku ngelupain Doni, bantu akuu" kataku sambil terus menangis. "Iya, Ra.. Gue akan bantuin lo." katanya sambil mengusap air mataku. Secercah senyum mengembang di wajahku, dan Reza pun tersenyum. "Nah, gitu dong, lo lebih cantik kalo senyum" katanya. "Makasih Za.." kataku. "Nih, dimakan dong tiramisunya, susah-susah nih gue bikinnya, gue suapin yaa" katanya sambil menyodorkan potongan Tiramisu ke mulutku. "Gimana? Enak kan?" tanyanya. Aku mengangguk dan tersenyum. Entah kenapa, aku merasa nyaman sekali saat itu, seakan semua kejadian yang baru aku alami gak pernah ada sama sekali. "Oiya, tadi lo liat kalung itu bersinar gak?" tanyanya. Aku menggeleng. "Kalaupun kalung ini bersinar, aku yakin ada kesalahan disitu." jawabku sambil menggenggam kalung itu, dan... kalungku, bersinar. "Hah? kalungnya bersinar?" kataku dalam hati. "Disaat aku bersama Reza? Tuhan.. Apakah dia yang terbaik untukku?" tanyaku dalam hati sambil memandang Reza. Hari-hari berikutnya aku sudah merasa lebih baik walaupun aku terus mendapat teror telfon dari Doni, dan selalu saja Reza yang mengangkatnya. "Eh Ra, hari ini kita jalan yuk?" kata Reza mengagetkanku. "Ah? apa? jalan?" tanyaku. "Iya, abisnya gue bosen di rumah mulu, lo juga gak bosen dapet telfon mulu dari Doni? haha" tanyanya. "Mmm.. kan yang angkat kamu Za, bukan aku." jawabku "Tapi, boleh juga sih, aku juga bosen, hehe " lanjutku. "Ya sudah, nanti jam 10 kita pergi ya" ajaknya. "Iya, eh emang sekarang hari apa?" tanyaku. "Hari Sabtu." jawabnya. "Minggu?" kataku, mencoba mengingat-ingat ada apa di hari ini. "Kenapa? Ada masalah?" tanya Reza. "Nggak kok, gapapa Za. Ya udah, aku siap-siap dulu yaa" kataku. "Oke" katanya. "Hari Sabtu, ada apa di hari ini?" kataku dalam hati. Aku melirik handphoneku dan penasaran lalu membukanya. ada 20 message dan 30 missed call, dan itu dari orang yang sama, yaitu Doni. "Aku tunggu kamu siang ini jam 10 di Eiffel, aku akan tetap menunggumu." begitulah yang tertulis di message dari Doni. "Biarin ah, aku udah gak peduli lagi, lagi pula aku kan mau pergi sama Reza." kataku. Aku bersiap-siap, mengenakan baju yang sudah ku siapkan. Tak lama setelah aku bersiap-siap aku turun ke bawah, "Mah, aku pergi dulu ya.." pamitku pada mama. "Kamu mau kemana?" tanya mama. "Tara perginya sama aku kok, Tan. aku mau ngajak dia jalan-jalan aja." Reza langsung menyerobot. "Oh gitu, ya udah hati-hati yaa.. Za, jaga tara yaa " kata mamaku sambil tersenyum. "Pasti Tan" jawab Reza. Aku pun langsung berangkat menuju Eiffel menggunakan mobil Reza, "Za, Doni masa ada di Eiffel sekarang" kataku padanya saat diperjalanan. "Oh ya? Terus lo gimana? Gapapa kalo lo gak mau ke Eiffel" katanya. "Gapapa kok Za, lagian juga aku udah gak apa-apa" jelasku. "Baiklah kalo gitu, tapi kalo misalnya lo berubah pikiran kita bisa kok gak pergi ke Eiffel" katanya. "Iya, gapapa kok Za" kataku, lalu tak berapa lama kami sampai di Eiffel. "Ra, lo yakin?" tanya Reza lagi, memastikan. "Iya Za, aku yakin, kamu kok gak yakin? aku aja yakin" jawabku sambil keluar dari mobil. "Okee, jadi kita mau kemana?" tanyanya. "Kemanapun kamu mengajak aku haha" jawabku sambil tertawa. "Baiklaaah, gua ajak lo bunuh diri mau dong lo?" tanyanya sambil tertawa. "Ya gak gitu juga Za, haha" Jawabku. "Ya udah, kalo gitu kita ke Eiffel aja yuk, kayanya lagi ada acara seru di sana" ajaknya. "Ayuk, oke aja aku maah, hehe" kataku. Dan kami pun tiba di sana. "Ini pertama kalinya aku ke Eiffel" jelasku sambil terpesona saat memasuki Eiffel. "Jangan norak dong Ra, malu tau gak sih?" tanyanya sambil tersenyum jahil. "Yeee, biarin aja" Jawabku. Lalu kami menaiki lift dan menuju lantai teratas. "Waaaa, sumpah bagus banget pemandangannya Zaaaa" kataku takjub. "Ya kan? Ini alasannya gue ngajak lo kemari, biar lo bisa ngeliat betapa dunia itu indah, dan.. agar lo bisa melupakan sejenak beban pikiran lo" jelasnya. "Za.." kataku. "Ya?" katanya. "Makasih ya, selama ini kamu udah baik banget sama aku" kataku sambil tersenyum. Reza terdiam sejenak, lalu berkata.. "Iya, gapapa kali" jawabnya "Eiya, lo laper gak? gue beli makanan dulu ya dilantai bawah, lo jangan kemana-mana, disini aja" katanya. "Oke deh, tenang aku gak akan kemana-mana" kataku sambil tersenyum, lalu Reza segera menghilang dikerumunan orang-orang. Tak lama kemudian, ada seseorang yang memanggilku, "Ra?" kata orang itu. Aku menengok dan kaget dengan orang yang aku liat ternyata, Doni. "Doni? Ngapain kamu disini?" tanyaku tidak percaya. "Aku mau ngomong sama kamu Ra, please dengerin aku sekali ini aja" pintanya. "Oke, kamu ngomong apa yang kamu mau, lalu pergi karena aku udah gak mau liat mukamu lagi" jawabku. "Ra, aku masih sayang sama kamu dan gak akan pernah sayang sama Zilah, aku mau kamu sama aku kaya dulu lagi, sebelum kamu pindah ke sini, sebelum aku tunangan sama Zilah, balik kaya dulu lagi Ra" pintanya. "Don, kamu pikir segampang itu maafin kamu, gak don, gak segampang itu! Mendingan sekarang kamu pikirin masalah pernikahan kamu sama Zilah karena aku udah gak sayang lagi sama kamu dan aku juga udah gak mau balikan sama kamu, kita udah selesai Don, selesai!" kataku dan tanpa terasa air mataku menetes. "Sekarang udah gak ada lagi kan yang mau kamu omongin? Sekarang aku minta kamu pergi, karena aku udah muak ngeliat muka kamu!" pintaku sambil terus menangis. "Oke Ra, aku akan pergi, tapi aku harap kamu berubah pikiran, cintaku akan selalu ada buat kamu Ra" katanya lalu pergi meninggalkanku. "Tuhaan, kenapa ini semua terjadi padaku?" tanyaku pada diriku sendiri, lalu tanpa aku tau Reza sudah ada disampingku. "Ra? lo kenapa? kenapa lo nangis?" tanyanya khawatir. "Nggak kok gapapa Za" jawabku sambil tersenyum. "Lo yakin?" tanyanya lagi. "Za, bisa gak kamu gak usah nanya alasan kenapa aku nangis, gak perlu aku jelasin kamu juga udah tau kan alasannya?" jawabku. "Ra, bukan begitu, tapi gue cuma mau memastikan kalo ini adalah tangisan lo yang terakhir" katanya. Aku berhenti menangis. "Sekarang gue tanya lagi, lo yakin?" katanya mengulang pertanyaan yang sama. Aku tersenyum dan menjawab "Iya, aku yakin" Dan Reza pun tersenyum "Nih makanannya" katanya sambil memberiku roti dan susu khas Paris. "Enak banget Za, makasih yaa" kataku sambil lahap memakan roti dan susu itu. "Haha ya iyalah, itukan roti paling mahal disini, lo harus berterima kasih sama gue" katanya. "Kan tadi aku udah bilang makasih, gak cukup?" tanyaku. "Enggak" jawabnya sambil tersenyum jahil. "Oke kalo itu gak cukup, apa yang harus aku lakukan agar terima kasih itu cukup?" tanyaku. "Mmmm, ikut gue" jawabnya sambil menarik tanganku. "Eh mau kemana Za?" tanyaku. "Udah lo ikut aja" Jawabku. Reza membawaku ke lantai bawah "Mau ngapain disini?" tanyaku. "Lo harus lakukan apa yang gue suruh, karena itu akan membuat rasa terima kasih lo cukup" jawabnya. "I.. iya" kataku gugup. Reza menarikku sampai ke tengah "Taro tangan lo di pundak gue" pintanya. "Hah? buat apa?" tanyaku masih bingung. "Kita mau berdansa cantik, lo belom sadar juga?" tanyanya jahil. "Hah? Dansa? Aku gak bisaaa!!" tolakku. "Tenang aja, lo akan baik-baik aja, ikutin irama dan gerakkan kaki lo, dan lo udah berdansa" katanya dan musik pun dimulai. "Za, aku gak yakin aku bisa" kataku tak yakin. "Tapi gue yakin lo bisa" katanya yakin. "Baiklaah, kalo ini gak buat memenuhi rasa makasih aku ke kamu, aku gak akan pernah mau dansa kaya gini lagi!" kataku cemberut. "Hahaha jangan cemberut dong cantik, nanti jadi jelek lo haha"  katanya menggodaku. Aku hanya terdiam. Dan gak berapa lama kemudian, musik pun terhenti. "Hah? udah?" tanyaku kaget. "Iya, lo mau selamanya dansa apa haha" jawabnya. "Ya gak juga, gak berasa aja" kataku. "Eh, Za,pulang yuk udah malem" ajakku. "Oke deh, yuk kita pulang" katanya. Sepanjang jalan, Reza terus memegangi tanganku "Iiiih aku bukan anak kecil yang harus digandeng terus!" kataku sambil melepaskan tanganku. "Kenapa sih lo? gue kan cuma gak mau lo ilang! kalo lo ilang gue juga yang disalahin ama nyokap lo!" omel Reza. "Ya udah, gak usah sewot gitu dong" kataku. "Huft.. iya maaf ya gue udah mara-marah sama lo" katanya dan aku hanya mengangguk. "Za, kamu udah punya pacar belum sebelumnya?" tanyaku ditengah kesunyian diantara aku dan Reza. "Udah, kenapa emangnya?" tanyanya. "Nggak kok gak papa, aku cuma nanya aja, kenapa kamu putus sama pacar kamu?" tanyaku lagi. Reza terdiam sejenak kemudian menjawab "Dia ngeduain gue,awalnya gue gak percaya apa kata temen gue, tapi setelah ngeliat sendiri gue percaya dan akhirnya gue putusin untuk gak pacaran lagi sama dia, kisah lo lebih ringan dari kisah gue Ra, mantan gue itu awalnya gak mau ngaku sama gue, sampe akhirnya gue tau dia boong. Rasanya diboongin tuh sakit banget Ra, lebih sakit daripada ngeliat orang yang masih lo sayang pacaran lagi sama orang lain, lo harus bersyukur karena kisah lo gak kaya gue" jelasnya dan aku menangis. "Lo kenapa?" tanya Reza sambil mendekatiku. "Aku gak pernah bersyukur sama apa yang udah Tuhan kasih ke aku, aku selalu menyalahkan Tuhan akan semua kejadian yang tidak mengenakkan terjadi padaku" jelasku. "Lo sadar gak? Apa yang Tuhan kasih ke kita, hal buruk misalnya, Tuhan pasti punya calon yang lebih baik buat kita, makanya lo harus liat ke depan dan berdoa agar orang itu cepet dateng" katanya sambil mengusap air mataku. "Udah gak usah nangis, katanya lo gak mau nangis lagi" katanya sambil tersenyum. "Oiya Ra, sebelum pulang, kita stay dulu ya disini, gue baru inget kalo hari ini ada pesta kembang api disini, bentar lagi mulai kok" katanya. "Oke" kataku. Kami pun menemukan tempat duduk yang pas. "Ra, aku mau bilang sesuatu ke kamu" kata Reza sambil menggenggam tanganku. "Ih, kenapa serius banget sih? Santai aja kali" kataku. "Tara, gue suka sama lo, bahkan udah sayang sama lo" kata Reza membuatku kaget. "Kamu serius?" tanyaku. "Ini adalah kata-kata gue yang paling serius, lo udah membuat gue melupakan masa lalu gue dan membuat gue melihat ke depan, lo yang membuat gue bangkit dari keterpurukan gue, dan yang membuat hidup gue kembali berwarna, gue bukannya gombal, tapi emang itu yang gue rasakan." jelasnya. "Darimana aku tau kalo kamu gak ngegombalin aku barusan?" tanyaku hanya iseng. "Gue bukanlah orang yang romantis, gue bukan cowok yang mudah suka sama orang, mungkin gue awalnya suka marah-marah sama lo, tapi lama kelamaan gue merasa ada yang hilang kalo lo gak ada, kalo lo gak ketawa kaya ada sesuatu yang kurang." jawabnya "Tara, would you like to be my girlfriend?" lanjutnya. "You made me understand what the meaning of love, you made me understand that God want me to be someonw who is patient, wait for the person who will make my life much more beautiful than before, i hope you were given by God to help me understand all the meaning of life" kataku. "So?" tanyanya penasaran. "Yes, my answer is yes" jawabku sambil tersenyum. "Lo serius?" tanyanya tak percaya. "Apa yang harus aku lakukan agar kamu percaya?" tanyaku jahil. "Mmmm, gimana kalo berdansa sama aku lagi?" jawabnya. "Huft.. Walaupun aku gak mau melakukannya lagi, tapi kalo itu bisa membuatmu percaya kalo aku sayang sama kamu, aku mau melakukannya. "kataku dan Reza memelukku. "Makasih Ra, makasih" katanya "Seharusnya aku yang berterimakasih sama kamu karena udah membuat hariku menjadi indah kembali" kataku sambil balas memeluknya. Dan, saat itu kembang api yang paling indah menggelegar diatas langit kota Paris. "Waaa, bagus banget! Jakarta kalah sama ini!" kataku terpesona. "Hahaha ya iyalah!" katanya. "Tapi, Paris itu seindah Jakarta loh!" kataku. "Hah? Maksudnya?" tanyanya. "Iya, Gak di Jakarta, gak di Paris aku selalu mendapatkan cinta yang indah" jelasku. "Tapi, indahan cinta yang di Paris kaaan?" tanya Reza sambil tertawa. "Hahaha iyaaa" jawabku. "Yuk pulang, acaranya udah selesai"ajak Reza sambil menggenggam tanganku. "Iiih Reza, kan aku udah bilang gak usah gandeng aku, aku kan udah gede" kataku sambil tertawa. "Ya udah kalo gak mau, gak bakal aku gandeng lagi" katanya cemberut. "Ih ih, masa marah" kataku mendekatinya dan dia hanya terdiam. "Za, aku mau nanya deh, kamu jawab yaa?" kataku "Iya, mau nanya apa?" katanya "Siapa nama cewek yang udah ngeduain kamu?" tanyaku agak takut. "Huft.. namanya Zilah" jawabnya. "Zilah? sepertinya aku kenal" kataku "Kamu kenal?" tanyanya heran. "Iya, diakan tunangannya Doni" jawabku. "Tunangan Doni? Ternyata mereka beneran serius" katanya. "Za, maaf ya, aku jadi buat kamu keingetan sama Zilah, aku gak tau kalo cewek itu Zilah, maaf yaa" kataku menyesal. Reza tersenyum "Iya gapapa kok, kan gue udah punya lo, kenapa gue harus terus inget Zilah? Iya gak cantik?" katanya. "Hehe, iya gak yaa? haha" kataku sambil tertawa. "Kamu juga, jangan nangis lagi karena Doni, aku gak akan diem lagi kalo kamu nangis karena Doni lagi" katanya. "Ciee pake aku kamu nih sekarang, iyaa tenang aja" kataku. "Oke, bagus. Yuk, udah mulai dingin." katanya sambil meninggalkanku. "Rezaaa, iiiih masa aku gak si gandeng siiih?" tanyaku sambil tersenyum jahil "Tadi gak mau digandeng katanya" jawabnya. "Itu kan tadi, sekarang yaa beda lagi" kataku. "Kamu tuh yaa, ngeselin banget! Tapi, kenapa yaa aku bisa suka sama cewek kaya kamu? Aku tau jawabannya, karena kamu beda dari yang lain" katanya sambil tersenyum "Hehehe, aku kan emang beda, itulah kelebihanku" kataku sambil tertawa. "Hahaha, sini aku gandeng" katanya dan langsung menggandeng tanganku. "Tuhan, terima kasih karena kau telah memberikanku seseorang yang akan selalu membuatku bahagia, izinkanlah kami tetap bersama, selamanya.." kataku dalam hati dan ku lihat kalungku bersinar. "Tuhan, semoga kalung ini akan selalu bersinar cerah, secerah cintaku dan Reza" doaku dalam hati.
Aku dan Reza terus bergandengan tangan, menikmati suasana malam kota Paris, sambil ditemani lampu-lampu jalanan yang hangat, sehangat genggaman tangan Reza dan.. sehangat cintanya..

~Fin~

1 komentar:

 
Pink Transparent Star